Saturday, May 28 - 0 comments

Human Language

Human language is highly complex in that it is based on a set of rules relating symbols to their meanings, thereby forming an infinite number of possible utterances from a finite number of elements.
Language may refer either to the specifically human capacity for acquiring and using complex systems of communication, or to a specific instance of such a system of complex communication.
The word “language” can also be used to describe the set of rules that makes this possible, or the set of utterances that can be produced from those rules.
All languages rely on the process of semiosis to relate a sign with a particular meaning.
The scientific study of language in any of its senses is called linguistics.
The approximately 3000–6000 languages that are spoken by humans today are the most salient examples, but natural languages can also be based on visual rather than auditive stimuli, for example in sign languages and written language.
Codes and other kinds of artificially constructed communication systems such as those used for computer programming can also be called languages.
A language in this sense is a system of signs for encoding and decoding information.
The English word derives from Latin lingua, “language, tongue.” This metaphoric relation between language and the tongue exists in many languages and testifies to the historical prominence of spoken languages.
When used as a general concept, “language” refers to the cognitive faculty that enables humans to learn and use systems of complex communication.
The human language faculty is thought to be fundamentally different from and of much higher complexity than those of other species.
Language is thought to have originated when early hominids first started cooperating, adapting earlier systems of communication based on expressive signs to include a theory of other minds and shared intentionality. This development is thought to have coincided with an increase in brain volume.
Language is processed in many different locations in the human brain, but especially in Broca’s and Wernicke’s areas. Humans acquire language through social interaction in early childhood, and children generally speak fluently when they are around three years old.
The use of language has become deeply entrenched in human culture and, apart from being used to communicate and share information, it also has social and cultural uses, such as signifying group identity, social stratification and for social grooming and entertainment.
Spoken and signed languages contain a phonological system that governs how sounds or visual symbols are used to form sequences known as words or morphemes, and a syntactic system that governs how words and morphemes are used to form phrases and utterances.
Written languages use visual symbols to represent the sounds of the spoken languages, but they still require syntactic rules that govern the production of meaning from sequences of words.
Languages evolve and diversify over time, and the history of their evolution can be reconstructed by comparing modern languages to determine which traits their ancestral languages must have had for the later stages to have occurred.
A group of languages that descend from a common ancestor is known as a language family.
The languages that are most spoken in the world today belong to the Indo-European family, which includes languages such as English, Spanish, Russian and Hindi; the Sino-Tibetan languages, which include Mandarin Chinese, Cantonese and many others; Semitic languages, which include Arabic and Hebrew; and the Bantu languages, which include Swahili, Zulu, Xhosa and hundreds of other languages spoken throughout Africa.

Sunday, May 22 - 0 comments

SMADAV Terbaru Dirilis!!!


Smadav 2011 Rev. 8.5 : Smadav-Updater, Fitur update database tiap minggu (online/offline), Pendeteksian khusus untuk virus Ramnit.shortcut, Fitur baru : "Forgot Password" untuk Smadav Pro, Fitur baru : "Berita Terkini Smadav",  DOWNLOAD atau SMADAV 8.5

Tuesday, May 17 - 0 comments

Linguistik

Prawacana
Linguistik berarti ilmu bahasa. Ilmu bahasa adalah ilmu yang objeknya bahasa. Bahasa di sini maksudnya adalah bahasa yang digunakan sehari-hari (atau fenomena lingual). Karena bahasa dijadikan objek keilmuan maka ia mengalami pengkhususan, hanya yang dianggap relevan saja yang diperhatikan (diabstraksi). Jadi yang diteliti dalam linguistik atau ilmu bahasa adalah bahasa sehari-hari yang sudah diabstraksi, dengan demikian anggukan, dehem, dan semacamnya bukan termasuk objek yang diteliti dalam linguistik.
Linguistik modern berasal dari Ferdinand de Saussure, yang membedakan langue, langage, dan parole (Verhaar, 1999:3). Langue adalah salah satu bahasa sebagai suatu sistem, seperti bahasa Indonesia, bahasa Inggris. Langage berarti bahasa sebagai sifat khas manusia, sedangkan parole adalah bahasa sebagaimana dipakai secara konkret (dalam bahasa Indonesia ketiga istilah tadi disebut bahasa saja dan mengacu pada konsep yang sama). Sejalan dengan hal di atas, Robins (1992:55) mengatakan bahwa langue merupakan struktur leksikal, gramatikal, dan fonologis sebuah bahasa, dan struktur ini sudah tertanam dalam pikiran penutur asli pada masa kanak-kanak sebagai hasil kolektif masyarakat bahasa yang dibayangkan sebagai suatu kesatuan supraindividual. Dalam menggunakan bahasanya, penutur bisa berbicara di dalam lingkup langue ini; apa yang sebenarnya diucapkannya adalah parole, dan satu-satunya kendali yang dapat dia atur adalah kapan dia harus berbicara dan apa yang harus ia bicarakan. Kaidah leksikal, gramatikal, dan fonologis telah dikuasai dan dipakai, dan kaidah tersebut menentukan ruang lingkup pilihan yang dapat dibuat oleh penutur. Pembedaan ini seperti apa yang dibuat Chomsky, yaitu antara competence (apa yang secara intuisi diketahui penutur tentang bahasanya) dan performance (apa yang dilakukan penutur ketika dia menggunakan bahasanya).
Ilmu linguistik sendiri sering disebut linguistik umum, artinya ilmu linguistik tidak hanya menyelidiki salah satu bahasa saja tetapi juga menyangkut bahasa pada umumnya. Dengan memakai istilah de Saussure, dapat dirumuskan bahwa ilmu linguistik tidak hanya meneliti salah satu langue saja, tetapi juga langage, yaitu bahasa pada umumnya. Sedangkan linguistik teoretis memuat teori linguistik, yang mencakup sejumlah subbidang, seperti ilmu tentang struktur bahasa (grammar atau tata bahasa) dan makna (semantik). Ilmu tentang tata bahasa meliputi morfologi (pembentukan dan perubahan kata) dan sintaksis (aturan yang menentukan bagaimana kata-kata digabungkan ke dalam frasa atau kalimat). Selain itu dalam bagian ini juga ada fonologi atau ilmu tentang sistem bunyi dan satuan bunyi yang abstrak, dan fonetik, yang berhubungan dengan properti aktual seperti bunyi bahasa atau speech sound (phone) dan bunyi non-speech sound, dan bagaimana bunyi-bunyi tersebut dihasilkan dan didengar (http://en.wikipedia.org/wiki/Linguistics).
Menurut Verhaar (1999:9), setiap ilmu pengetahuan biasanya terbagi atas beberapa bidang bawahan, misalnya ada linguistik antropologis atau cara penyelidikan linguistik yang dimanfaatkan ahli antropologi budaya, ada sosiolinguistik untuk meneliti bagaimana dalam bahasa itu dicerminkan hal-hal sosial dalam golongan penutur tertentu. Tetapi bidang-bidang bawahan tersebut mengandaikan adanya pengetahuan linguistik yang mendasari. Bidang yang mendasari itu adalah bidang yang menyangkut struktur dasar tertentu, yaitu struktur bunyi bahasa yang bidangnya disebut fonetik dan fonologi; struktur kata atau morfologi; struktur antarkata dalam kalimat atau sintaksis; masalah arti atau makna yang bidangnya disebut semantik; hal-hal yang menyangkut siasat komunikasi antar orang dalam parole atau pemakaian bahasa, dan menyangkut juga hubungan tuturan bahasa dengan apa yang dibicarakan, atau disebut pragmatik. Semakin melebarnya tantangan untuk studi dan analisis mengenai kebahasaan, membuka sebuah wawasan pemikiran dan pertanyan : Sampai sejauh mana ilmu linguisti berkembang ?
PEMBAHASAN
1. Cakupan Studi Linguistik
Dalam berbagai kamus umum, linguistik didefinisikan sebagai ‘ilmu bahasa’ atau ‘studi ilmiah mengenai bahasa’ (Matthews 1997). Dalam The New Oxford Dictionary of English (2003), linguistik didefinisikan sebagai berikut:
“The scientific study of language and its structure, including the study of grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics include sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics.”
Program studi Ilmu Bahasa mulai jenjang S1 sampai S3, bahkan sampai post-doctoral program telah banyak ditawarkan di universitas terkemuka, seperti University of California in Los Angeles (UCLA), Harvard University, Massachusett Institute of Technology (MIT), University of Edinburgh, dan Oxford University. Hal tersebut kemudian diikuti banyaknya universitas di Indonesia yang membuka program S1 sampai S3 untuk ilmu bahasa.
Secara umum, bidang ilmu bahasa dibedakan atas linguistik murni dan linguistik terapan. Bidang linguistik murni mencakup fonetik, fonologi, morfologi, sintaksis, dan semantik. Sedangkan bidang linguistik terapan mencakup pengajaran bahasa, penerjemahan, leksikografi, dan lain-lain. Beberapa bidang tersebut dijelaskan dalam sub-bab berikut ini :
1. 1 Fonetik
Fonetik mengacu pada artikulasi bunyi bahasa. Para ahli fonetik telah berhasil menentukan cara artikulasi dari berbagai bunyi bahasa dan membuat abjad fonetik internasional sehingga memudahkan seseorang untuk mempelajari dan mengucapkan bunyi yang tidak ada dalam bahasa ibunya. Misalnya dalam bahasa Inggris ada perbedaan yang nyata antara bunyi tin dan thin, dan antara they dan day, sedangkan dalam bahasa Indonesia tidak. Dengan mempelajari fonetik, orang Indonesia akan dapat mengucapkan kedua bunyi tersebut dengan tepat.
Abjad fonetik internasional, yang didukung oleh laboratorium fonetik, departemen linguistik, UCLA, penting dipelajari oleh semua pemimpin, khususnya pemimpin negara. Dengan kemampuan membaca abjad fonetik secara tepat, seseorang dapat memberikan pidato dalam ratusan bahasa. Misalnya, jika seorang pemimpin di Indonesia mengadakan kunjungan ke Cina, ia cukup meminta staf-nya untuk menerjemahkan pidatonya ke bahasa Cina dan menulisnya dengan abjad fonetik, sehingga ia dapat memberikan pidato dalam bahasa Cina dengan ucapan yang tepat. Salah seorang pemimpin yang telah memanfaatkan abjad fonetik internasional adalah Paus Yohanes Paulus II. Ke negara manapun beliau berkunjung, beliau selalu memberikan khotbah dengan menggunakan bahasa setempat. Apakah hal tersebut berarti bahwa beliau memahami semua bahasa di dunia? Belum tentu, namun cukup belajar fonetik saja untuk mampu mengucapkan bunyi ratusan bahasa dengan tepat.
1. 2 Fonologi
Fonologi mengacu pada sistem bunyi bahasa. Misalnya dalam bahasa Inggris, ada gugus konsonan yang secara alami sulit diucapkan oleh penutur asli bahasa Inggris karena tidak sesuai dengan sistem fonologis bahasa Inggris, namun gugus konsonan tersebut mungkin dapat dengan mudah diucapkan oleh penutur asli bahasa lain yang sistem fonologisnya terdapat gugus konsonan tersebut. Contoh sederhana adalah pengucapan gugus ‘ng’ pada awal kata, hanya berterima dalam sistem fonologis bahasa Indonesia, namun tidak berterima dalam sistem fonologis bahasa Inggris. Kemaknawian utama dari pengetahuan akan sistem fonologi ini adalah dalam pemberian nama untuk suatu produk, khususnya yang akan dipasarkan di dunia internasional. Nama produk tersebut tentunya akan lebih baik jika disesuaikan dengan sistem fonologis bahasa Inggris, sebagai bahasa internasional.
1. 3 Morfologi
Morfologi lebih banyak mengacu pada analisis unsur-unsur pembentuk kata. Sebagai perbandingan sederhana, seorang ahli farmasi (atau kimia?) perlu memahami zat apa yang dapat bercampur dengan suatu zat tertentu untuk menghasilkan obat flu yang efektif; sama halnya seorang ahli linguistik bahasa Inggris perlu memahami imbuhan apa yang dapat direkatkan dengan suatu kata tertentu untuk menghasilkan kata yang benar. Misalnya akhiran -¬en dapat direkatkan dengan kata sifat dark untuk membentuk kata kerja darken, namun akhiran -¬en tidak dapat direkatkan dengan kata sifat green untuk membentuk kata kerja. Alasannya tentu hanya dapat dijelaskan oleh ahli bahasa, sedangkan pengguna bahasa boleh saja langsung menggunakan kata tersebut. Sama halnya, alasan ketentuan pencampuran zat-zat kimia hanya diketahui oleh ahli farmasi, sedangkan pengguna obat boleh saja langsung menggunakan obat flu tersebut, tanpa harus mengetahui proses pembuatannya.
1. 4 Sintaksis
Analisis sintaksis mengacu pada analisis frasa dan kalimat. Salah satu kemaknawiannya adalah perannya dalam perumusan peraturan perundang-undangan. Beberapa teori analisis sintaksis dapat menunjukkan apakah suatu kalimat atau frasa dalam suatu peraturan perundang-undangan bersifat ambigu (bermakna ganda) atau tidak. Jika bermakna ganda, tentunya perlu ada penyesuaian tertentu sehingga peraturan perundang-undangan tersebut tidak disalahartikan baik secara sengaja maupun tidak sengaja.
1. 5 Semantik
Kajian semantik membahas mengenai makna bahasa. Analisis makna dalam hal ini mulai dari suku kata sampai kalimat. Analisis semantik mampu menunjukkan bahwa dalam bahasa Inggris, setiap kata yang memiliki suku kata ‘pl’ memiliki arti sesuatu yang datar sehingga tidak cocok untuk nama produk/benda yang cekung. Ahli semantik juga dapat membuktikan suku kata apa yang cenderung memiliki makna yang negatif, sehingga suku kata tersebut seharusnya tidak digunakan sebagai nama produk asuransi. Sama halnya dengan seorang dokter yang mengetahui antibiotik apa saja yang sesuai untuk seorang pasien dan mana yang tidak sesuai.
1. 6 Pengajaran Bahasa
Ahli bahasa adalah guru dan/atau pelatih bagi para guru bahasa. Ahli bahasa dapat menentukan secara ilmiah kata-kata apa saja yang perlu diajarkan bagi pelajar bahasa tingkat dasar. Para pelajar hanya langsung mempelajari kata-kata tersebut tanpa harus mengetahui bagaimana kata-kata tersebut disusun. Misalnya kata-kata dalam buku-buku Basic English. Para pelajar (dan guru bahasa Inggris dasar) tidak harus mengetahui bahwa yang dimaksud Basic adalah B(ritish), A(merican), S(cientific), I(nternational), C(ommercial), yang pada awalnya diolah pada tahun 1930an oleh ahli linguistik C. K. Ogden. Pada masa awal tersebut, Basic English terdiri atas 850 kata utama.
Selanjutnya, pada tahun 1953, Michael West menyusun General Service List yang berisikan dua kelompok kata utama (masing-masing terdiri atas 1000 kata) yang diperlukan oleh pelajar untuk dapat berbicara dalam bahasa Inggris. Daftar tersebut terus dikembangkan oleh berbagai universitas ternama yang memiliki jurusan linguistik. Pada tahun 1998, Coxhead dari Victoria University or Wellington, berhasil menyelesaikan suatu proyek kosakata akademik yang dilakukan di semua fakultas di universitas tersebut dan menghasilkan Academic Wordlist, yaitu daftar kata-kata yang wajib diketahui oleh mahasiswa dalam membaca buku teks berbahasa Inggris, menulis laporan dalam bahasa Inggris, dan tujuannya lainnya yang bersifat akademik.
Proses penelitian hingga menjadi materi pelajaran atau buku bahasa Inggris yang bermanfaat hanya diketahui oleh ahli bahasa yang terkait, sedangkan pelajar bahasa dapat langung mempelajari dan memperoleh manfaatnya. Sama halnya dalam ilmu kedokteran, proses penelitian hingga menjadi obat yang bermanfaat hanya diketahui oleh dokter, sedangkan pasien dapat langsung menggunakannya dan memperoleh manfaatnya.
1. 7 Leksikografi
Leksikografi adalah bidang ilmu bahasa yang mengkaji cara pembuatan kamus. Sebagian besar (atau bahkan semua) sarjana memiliki kamus, namun mereka belum tentu tahu bahwa penulisan kamus yang baik harus melalui berbagai proses.
Dua nama besar yang mengawali penyusunan kamus adalah Samuel Johnson (1709-1784) dan Noah Webster (1758-1843). Johnson, ahli bahasa dari Inggris, membuat Dictionary of the English Language pada tahun 1755, yang terdiri atas dua volume. Di Amerika, Webster pertama kali membuat kamus An American Dictionary of the English Language pada tahun 1828, yang juga terdiri atas dua volume. Selanjutnya, pada tahun 1884 diterbitkan Oxford English Dictionary yang terdiri atas 12 volume.
Saat ini, kamus umum yang cukup luas digunakan adalah Oxford Advanced Learner’s Dictionary. Mengapa kamus Oxford? Beberapa orang mungkin secara sederhana akan menjawab karena kamus tersebut lengkap dan cukup mudah dimengerti. Tidak banyak yang tahu bahwa (setelah tahun 1995) kamus tersebut ditulis berdasarkan hasil analisis British National Corpus yang melibatkan cukup banyak ahli bahasa dan menghabiskan dana universitas dan dana negara yang jumlahnya cukup besar. Secara umum, definisi yang diberikan dalam kamus tersebut seharusnya dapat mudah dipahami oleh pelajar karena semua entri dalam kamus tersebut hanya didefinisikan oleh sekelompok kosa kata inti. Bagaimana kosa-kata inti tersebut disusun? Tentu hanya ahli bahasa yang dapat menjelaskannya, sedangkan para sarjana dan pelajar dapat langsung saja menikmati dan menggunakan berbagai kamus Oxford yang ada dipasaran.
1. 8 Sosiolinguistik
Secara umum, bahasa dipahami sebagai sistem tanda arbiter yang dipakai oleh manusia untuk tujuan komunikasi antara satu sama lain. Dengan demikian, konteks sosial dalam penggunaan bahasa menjadi sesuatu yang penting untuk dikaji. Menurut Chomsky, sosiolinguistik menyoroti segala yang dapat diperoleh dari bahasa, dengan cara apa pendekatan sosial dapat menjelaskan segala yang dikatakan dengan bahasa, oleh siapa, kepada siapa, pada saat kehadiran siapa, kapan dan di mana, atas alasan apa, dan dalam keadaan bagaimana. Sementara menurut Hymes (1971), perhatian sosiolinguistik tertuju pada kecakapan manusia dalam menggunakan bahasa dengan tepat dalam latar yang berbeda. Kajian-kajian sosiolinguistik bermanfaat untuk menyusun: (1) konsep dasar tentang guyub tutur; (2) variasi dan perubahan bahasa (dialek dan kelompok sosial); (3) kontak bahasa; (4) bahasa, kekuasaan, dan ketidaksetimbangan; (5) perencanaan, kebijakan, dan praktek bahasa; (6) bahasa dan pendidikan; (7) metode penelitian sosiolinguistik; (8) sosiolinguistik sebagai profesi (Hidayatullah, http://kampusislam.com//).
Panini (500 SM) diyakini oleh banyak linguis sebagai pelopor pengkaji sosiolinguistik. Dalam karyanya yang berjudul Astadhayayi—satu buku yang berisi tentang stilistika bahasa—pengkajian sosiolinguistik mulai mendapat perhatian. Baru beberapa abad kemudian, tepatnya pada abad 19, Schuchardt, Hasseling, dan Van Name (1869-1897) untuk pertama kalinya memulai kajian tentang dialek bahasa pedalaman Eropa dan kontak bahasa yang menghasilkan bahasa campuran. Perkembangan kajian sosiolinguistik semakin menemukan titik cerah setelah de Saussure (1857-1913) berpendapat bahwa bahasa adalah sebuah fakta sosial yang terdapat dalam masyarakat. Dalam hal ini, terdapat dua istilah yang masih populer hingga saat ini: langue dan parole. Tak lama berselang, langkah de Saussure ini ditindaklanjuti oleh beberapa sarjana bahasa Amerika Serikat, seperti Franz Boas, Edward Sapir, dan Leonard Bloomfield yang melakukan beberapa kajian bahasa, budaya, dan kognisi. Istilah sosiolinguistik digunakan pertama sekali oleh Harver Currie pada tahun 1952. Tokoh ini sebelumnya melihat kajian linguistik tidak memiliki perhatian terhadap realitas sosial.
1. 9 Pragmatik
Seorang filosof yang bernama Charles Morris, memperkenalkan sebuah cabang ilmu yaitu pragmatik. Pragmatik adalah kajian tentang hubungan tanda dengan orang yang menginterpretasikan tanda itu (Moris, 1938: 6 dalam Levinson, 1997: 1). Batasan pengertian ilmu pragmatik juga dikemukakan oleh para ahli yang lain. Pragmatik menurut Geoffrey Leech (1993: 8) adalah ilmu tentang maksud dalam hubungannya dengan situasi-situasi tuturan (speech situation). Proses tindak tutur ditentukan oleh konteks yang menyertai sebuah tuturan tersebut. Dalam hal ini Leech menyebutnya dengan aspek-aspek situasi tutur, antara lain : pertama, yang menyapa (penyapa) dan yang disapa (pesapa); kedua, konteks sebuah tuturan; ketiga, tujuan sebuah tuturan; keempat, tuturan sebagai bentuk tindakan atau kegiatan tindak tutur (speech act); dan kelima, tuturan sebagai hasil tindak verbal (Leech, 1993: 19-20).
George Yule dalam bukunya Pragmatics (1996) mengemukakan bahwa “Pragmatics is the study of speaker meaning as distinct from word or sentence meaning (1996: 133), yang berarti pragmatik mempelajari tentang makna yang dimaksudkan penutur yang berbeda dengan makna kata atau makna kalimat. Batasan ini mengemukakan bahwa makna yang dimaksudkan oleh penutur merupakan tuturan yang telah dipengaruhi oleh berbagai situasi tuturan, hal ini berbeda dengan makna kata atau kalimat, karena makna kata atau kalimat merupakan makna yang sesuai dengan makna yang berdasarkan arti yang tertulis saja. Pengertian pragmatik dapat diintisarikan sebagai ilmu yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, yang ditentukan oleh konteks dan situasi yang melatarbelakangi pemakaian bahasa dalam komunikasi yang merupakan dasar penentuan pemahaman maksud penggunaan tuturan oleh penutur dan mitra tutur.
Menurut pendapat Parker (1986) pragmatik adalah cabang linguistik yang mempelajari struktur bahasa secara eksternal, hal ini mempunyai maksud bagaimana satuan lingual tertentu digunakan dalam komunikasi yang sebenarnya. Antara studi tata bahasa dan pragmatik dibedakan menurut Parker. Hal tersebut dapat diamati dalam kutipan berikut.
“Pragmatics is study of how language is used to communicate. Pragmatics is distinct from grammar, which is the study of the internal struture of language (Parker, 1986:11).”
‘Pragmatik mempelajari bagaimana bahasa digunakan untuk berkomunikasi. Pragmatik berbeda dengan tata bahasa, yang mempelajari struktur internal bahasa.’
Jadi menurut Parker bahwa studi tata bahasa dianggapnya sebagai studi bahasa secara internal, dan pragmatik studi bahasa secara eksternal. Batasan yang dikemukakan parker tersebut dapat dikatakan pula bahwa studi kajian tata bahasa dianggap sebagai studi yang bebas konteks (context independent).
1. 10 Pskolinguistik
Psikolinguistik adalah penggabungan antara dua kata ‘psikologi’ dan ‘linguistik’. Psikolinguistik mempelajari faktor-faktor psikologis dan neurobiologis yang memungkinkan manusia mendapatkan, menggunakan, dan memahami bahasa. Kajiannya semula lebih banyak bersifat filosofis, karena masih sedikitnya pemahaman tentang bagaimana otak manusia berfungsi. Oleh karena itu psikolinguistik sangat erat kaitannya dengan psikologi kognitif. Penelitian modern menggunakan biologi, neurologi, ilmu kognitif, dan teori informasi untuk mempelajari cara otak memroses bahasa.
Psikolinguistik meliputi proses kognitif yang bisa menghasilkan kalimat yang mempunyai arti dan benar secara tata bahasa dari perbendaharaan kata dan struktur tata bahasa, termasuk juga proses yang membuat bisa dipahaminya ungkapan, kata, tulisan, dan sebagainya. Psikolinguistik perkembangan mempelajari kemampuan bayi dan anak-anak dalam mempelajari bahasa, biasanya dengan metoda eksperimental dan kuantitatif (berbeda dengan observasi naturalistik seperti yang dilakukan Jean Piaget dalam penelitiannya tentang perkembangan anak).
2. Hubungan Psikolinguistik dengan sosiolinguistik dan pragmatik
Psikolinguistik bersifat interdisipliner dan dipelajari oleh ahli dalam berbagai bidang, seperti psikologi, ilmu kognitif, dan linguistik. Psikolinguistik adalah perilaku berbahasa yang disebabkan oleh interaksinya dengan cara berpikir manusia. Ilmu ini meneliti tentang perolehan, produksi dan pemahaman terhadap bahasa. Ada beberapa subdivisi dalam psikolinguistik yang didasarkan pada komponen-komponen yang membentuk bahasa pada manusia.
  • Fonetik dan fonologi mempelajari bunyi ucapan. Di dalam psikolinguistik, penelitian terfokus pada bagaimana otak memproses dan memahami bunyi-bunyi ini.
  • Morfologi mempelajari struktur kalimat, terutama hubungan antara kata yang berhubungan dan pembentukan kata-kata berdasarkan pada aturan-aturan.
  • Sintaks mempelajari pola-pola yang menentukan bagaimana kata-kata dikombinasikan bersama membentuk kalimat
  • Semantik berhubungan dengan makna dari kata atau kalimat. Bila sintaks berhubungan dengan struktur formal dari kalimat, semantik berhubungan dengan makna aktual dari kalimat.
  • Pragmatik berhubungan dengan peran konteks dalam penginterpretasian makna.
  • Studi tentang cara mengenali dan membaca kata meneliti proses yang tercakup dalam perolehan informasi ortografik, morfologis, fonologis, dan semantik dari pola-pola dalam tulisan.
3. Pemerolehan bahasa pada anak, Mungkinkah orang dewasa memperoleh bahasa?
Tiap anak anak kecil yang dilahirkan ke dalam suatu kelompok memperoleh kebiasaan-kebiasaan wicara dan respons pada tahun-tahun pertama dalam hidupnya, ini pastilah perbuatan intelektual sulit paling penting yang setiap orang dituntut untuk melaksanakannya. Blomfild dalam bukunya “ Language” memberikan gambaran proses pemerolehannya:
  1. Pada berbagai stimulus, anak kecil mengucapkan dan mengulangi bunyi bunyi vocal. Hal ini merupakan factor bawaan. Andaikata ia membuat suara yang mungkin menggambarkan da , meskipun tentu saja gerakan-gerakan sebenarnya dan bunyi bunyi yang dihasilkan berbeda dengan yang digunakan dalam bahasa inggris yang biasa. Getaran-getaran bunyi itu mengenai gendang-gendang telinga sewaktu ia terus menguangi gerakan gerakannya.
  2. Seorang dewasa, misalnya ibunya, ketika anak kecil itu ada, mengucapkan bunyi yang menyerupai salah satu suku kata ocehan anak tersebut. Misalnya, orang itu mengucapkan doll . Ketika bunyi-bunyi itu mengenai gendang telinga anak, kebiasaan 1) mulai berperanan dan ia mengucapkan suku kata ocehan yang terdekat.
  3. Ibunya (orang dewasa) tentu saja menggunakan kata-katanya apabila ada stimulus yang tepat. Ia mengatakan doll apabila ia benar benar menunjukkan atau memberikan boneka kepada anak kecil tersebut. Anak tersebut kemudian membentuk kebiasaan dengan sendirinya.
Hal tersebut diatas memberikan gambaran, bahwa pemerolehan bahasa pada anak dibutuhkan sinergi antara pen-stimulus, stimulus, dan receiver stimulus atau otak anak. Orang dewasa juga berperan dalam pemerolehan bahasa.
4. Proses memahami ujaran pada saat komunikasi.
Pada hakikatnya dalam kegiatan berkomunikasi terjadi proses memproduksi dan memahami ujaran.  Dapat dikatakan bahwa psikolinguistik adalah studi tentang mekanisme mental yang terjadi pada orang yang menggunakan bahasa, baik pada saat memproduksi atau memahami ujaran .Dengan kata lain, dalam penggunaan bahasa terjadi proses mengubah pikiran menjadi kode dan mengubah kode menjadi  pikiran. Ujaran merupakan sintesis dari proses pengubahan konsep menjadi kode, sedangkan pemahaman pesan tersebut hasil analisis kode. Bahasa sebagai wujud atau hasil proses dan sebagai sesuatu yang diproses baik berupa   bahasa  lisan  maupun  bahasa  tulis,  sebagaimana  dikemukakan   oleh  Kempen (Marat, 1983: 5) bahwa Psikolinguistik adalah studi mengenai manusia sebagai pemakai bahasa, yaitu studi mengenai sistem-sistem bahasa yang  ada pada manusia yang dapat menjelaskan cara manusia dapat menangkap ide-ide orang lain dan bagaimana ia dapat mengekspresikan ide-idenya sendiri melalui bahasa, baik secara tertulis ataupun secara lisan. Apabila dikaitkan dengan keterampilan berbahasa yang harus dikuasai oleh seseorang, hal ini berkaitan dengan keterampilan berbahasa, yaitu menyimak, berbicara, membaca, dan menulis.
Semua bahasa yang diperoleh pada hakikatnya dibutuhkan untuk berkomunikasi. Karena itu,  Slama (Pateda, 1990: 13) mengemukakan bahwa psycholinguistics is the study of relations between our needs for expression and communications and the means offered to us by a language learned in one’s childhood and later ‘psikolinguistik adalah telaah tentang hubungan  antara kebutuhan-kebutuhan kita untuk berekspresi dan berkomunikasi dan benda-benda yang ditawarkan kepada kita melalui bahasa yang kita pelajari sejak kecil dan tahap-tahap selanjutnya. Manusia hanya akan dapat berkata dan memahami satu dengan lainnya dalam kata-kata yang terbahasakan. Bahasa yang dipelajari semenjak anak-anak bukanlah bahasa yang netral dalam mengkoding realitas objektif. Bahasa memiliki orientasi yang subjektif dalam menggambarkan dunia pengalaman manusia. Orientasi inilah yang selanjutnya mempengaruhi bagaimana manusia berpikir dan berkata. Perilaku yang tampak dalam berbahasa adalah perilaku manusia ketika  berbicara dan menulis atau ketika dia memproduksi  bahasa, sedangkan prilaku yang tidak tampak adalah perilaku manusia ketika memahami yang  disimak atau dibaca sehingga menjadi sesuatu yang dimilikinya atau memproses sesuatu yang akan diucapkan atau ditulisnya.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan ruang lingkup Psikolinguistik yaitu penerolehan bahasa, pemakaian bahasa, pemproduksian bahasa, pemprosesan bahasa, proses pengkodean,  hubungan antara bahasa dan prilaku manusia, hubungan antara bahasa dengan otak. Berkaitan dengan hal ini Yudibrata, (1998:  9) menyatakan bahwa Psikolinguistik meliputi pemerolehan atau akuaisisi bahasa, hubungan bahasa dengan otak, pengaruh pemerolehan bahasa dan penguasaan bahasa terhadap kecerdasan cara berpikir, hubungan encoding (proses mengkode) dengan decoding (penafsiran/pemaknaan kode), hubungan antara pengetahuan bahasa dengan pemakaian
Ranah kognitif yang berpusat di otak merupakan ranah yang yang terpenting Ranah ini merupakan sumner sekaligus pengendali ranah-ranah kejiwaan lainnya, yaitu ranah efektif (rasa) dan ranah psikomotor (karsa). Dalam kaitan ini Syah (2004: 22) mengemukakan bahwa tanpa ranah kognitif sulit dibayangkan seseorang dapat berpikir. Tanpa kemampuan berpikir mustahil seseongr tersebut dapat memahami dan meyakini faedah materi-materi yang disajikan kepadanya.
5. Mengapa Dalam Komunikasi Sering Terjadi Kesalahan ?
Komuniksi hampir dilakukan oleh semua mahluk, meskipun kita tidak mengetahui dan memahami lambang komunikasi apa yang dipergunakan oleh cicak atau mahluk hidup lainnya ketika berinteraksi dengan yang lain akan tetapi yakinlah bahwa semuanya melakukan komunikasi. Begitu pula manusia, bukan lagi “sering” berkomunikasi akan tetapi manusia selalu melakukan komunikasi. Dan bukan saja dalam waktu-waktu tertentu akan tetapi setiap waktu manusia selalu melakukan komunikasi. Apa dan bagaimana sebenarnya komunikasi itu ?
Komunikasi merupakan suatu proses interaksi alami yang tidak saja perlu dilakukan tetapi dibutuhkan oleh manusia sepanjang hidupnya. Banyak sekali definisi-definisi yang menjelaskan mengenai komunikasi, secara umum komunikasi merupakan suatu proses yang dibutuhkan dan dilakukan oleh manusia sebagai mahluk sosial untuk mempertahankan hidupnya. Secara teknis proses tersebut bermula dari penyampaian ide/pesan/pernyataan/informasi dari seseorang kepada orang lain dengan menggunakan lambang komunikasi seperti ; bahasa lisan, tulisan, isyarat atau kode-kode tertentu yang dipahami oleh keduanya baik pengirim maupun penerima, dalam pengiriman tersebut agar pesan dapat disampaikan dan diterima dengan baik maka mungkin saja memerlukan alat bantu seperti ; telepon, surat, microphone dengan pengeras suara, Radio komunikasi/telegrafi dan sebagainya.
Orang yang mengirimkan pesan sering kali disebut komunikator, disini komunikator di awal melakukan pengolahan pesan yaitu suatu perencanaan tentang apa yang akan disampaikan, dengan menggunakan bahasa apa disampaikan, waktu penyampaian serta media yang akan dipakai. Proses ini sangat tergantung dari latar belakang masing-masing komunikator yaitu bagaimana pengalaman si komunikator dalam berkomunikasi, tingkat pendidikan seorang komunikator juga sangat menentukan penggunaan bahasa yang dipakai, kemudian juga bagaimana keadaan perasaan pada saat perencanaan pesan.
Sebagai contoh seorang karyawan baru disebuah kantor akan sedikit bingung dalam menyempaikan suatu informasi kepada pimpinannya, karena pengalaman berkomunikasi serta pengetahuan tentang si komunikan dalam hal ini apakah si boss adalah orang yang selalu bicara formal atau yang senang guyon dan sebagainya. Contoh lain pada seorang profesor yang berbicara dalam suatu diskusi dengan kelompok tani disuatu desa, sang profesor harus mengetahui dengan pasti latar belakang pendengarnya, sehingga dalam beribicara digunakan bahasa yang tidak terlalu formil dan tidak menggunakan istilah-istilah yang terlalu modern yang tidak dapat dimengerti oleh pendengarnya.
Banyak sekali kesalahan-kesalahan dalam berkomunikasi baik itu kesalahan pada komunikator maupun komunikan ataupun dari media komunikasi yang digunakan. Banyaknya kesalahan-kesalahan tersebut serta dampak yang mungkin timbul dari kesalahan itu juga sangat beragam pada intinya semua kesalahan tersebut dapat dikategorikan menjadi dua kesalahan yaitu Missunderstanding dan Misscommunication.
Missunderstanding merupakan bentuk kesalahan yang lebih diakrenakan isi pesan yang disampaikan. Salah pengertian atau kesalah pahaman yang disebabkan oleh tidak samanya pemahaman terhadap suatu bahasa yang digunakan antara komunikator dengan komunikan. Sebagai contoh pemakaian istilah “ pekerja mandiri “ , menurut pemahaman komunikator istilah tersebut dimaksudkan adalah seorang pekerja yang dapat menangani masalah sendiri dan enggan menyusahkan orang lain dalam mengerjakan pekerjaannya. Akan tetapi pengertian dengan komunikan bahwa pekerja mandiri merupakan orang yang egois dan tidak mau menerima ide dari orang lain. Perbedaan pemahaman yang sangat sepele ini terkadang dapat menjadikan komunikasi tidak berjalan sesuai dengan yang diinginkan komunikator semula. Pada situasi yang lain dalam menyampaikan pesan seorng komunikator menyisipkan guyonan umum pada komunikan tetapi karena kondisi perasaan si komunikan sedang kurang baik maka guyonan yang semua untuk melancarkan penyampaian pesan malah sebaliknya menjadi penghambat komunikasi atau waktu penyampaiannya kurang tepat.
Sedangkan misscommunication, merupakan kesalahan-kesalahan yang disebabkan oleh tidak sempurnanya pengiriman atau penerimaan isi pesan. Ketidak sempurnaan pengiriman dan penerimaan tersebut dikrenakan adanya distorsi yang bisa muncul dari saluran pengiriman, media bahkan saluaran penerimaan sehingga pesan tidak dikirim dengan sempurna dan akhirnya komunikan menerima pesan yang tidak lengkap. Contoh yang nyata adalah ketika seorang menyampaikan pesan “ Tolong barang diambil saya tidak datang besok “ karena kondisi cuaca yang kurang baik menyebabkan media yang digunakan yaitu telepon genggam kurang baik mendapatkan sinyal, maka pesan yang diterima bisa menjadi “ Tolong barang tidak diambil saya datang besok “. Kesalahan tersebut juga bisa saja terjadi dikarenakan kondisi fisik komunikator dalam mengirim pesan dan komunikan dalam menerima pesan. Anda bisa membayangkan bagaimana jika seorang yang sama sekali tidak bisa mengucap kata “R” dengan baik kemudian mengucapkan kata remote control ?
Jadi apapun bentuknya, kesalahan-kesalahan yang terjadi dalam berkomunikasi yang dapat mengakibatkan hasil yang tidak maksimal dari penyampaian pesan bersumber dari bagaimana seorang komunikator menyusun perencanaan komunikasi yang akan dilakukan. “ Wah payah nggak nyambung “ atau “ “ tulalit amat sih orang ini “ pernyataan-pernyataan di atas tidaklah seharusnya terpikir atau bahkan terucapkan dalam suatu kegagalan berkomunikasi yang lebih tepat adalah bahwa kita yang seharusnya harus lebih matang dalam merencanakan suatu komunikasi. The important think is we can repaire the mistake not only know the mistake
Kalimat yang efektif harus memiliki unsur-unsur yang lengkap sesuai dengan pola yang dipilih. Werdiningsih (2002) menyarankan agar kelengkapan dapat terpenuhi, subjek kalimat harus ada, predikat harus jelas, objek kalimat harus disertakan jika predikatnya berupa kata kerja transitif, pelengkap juga harus disertakan, jika predikatnya berupa kata kerja yang menghendaki pelengkap, dan pemenggalan tidak dilakukan pada kalimat majemuk dengan tanpa mengubah strutrukturnya.
CONTOH KESALAHAN DALAM KOMUNIKASI BERBAHASA :
Atas kerawuhan Bapak-bapak, saya haturkan terima kasih.
-> Maksud pembuat kalimat tersebut untuk menghormat lawan bicara. Tetapi tidak disadarinya, bahwa kalimat yang dibuatnya tersebut bukanlah kalimat bahasa Indonesia. Salah satu sifat bahasa Indonesia ialah demokratis; karenanya tidak dikenal kata-kata khusus untuk golongan-golongan tertentu seperti bahasa Jawa. Sudah cukup hormat dan betul, jika dikatakan: atas kedatangan Bapak-bapak, saya ucapkan terima kasih.
Beberapa kata hormat dari bahasa Jawa yang sering dipakai orang antara lain: kondur, dahar, jumeneng, tindak, dan tapak asma. Kata-kata tersebut sehsarusnya kita ganti: pulang, makan, berdiri, pergi, dan tanda tangan.
Atas perhatiannya, saya ucapkan terimakasih.
-> Menurut maksudnya, kalimat tersebut ditujukan kepada seseorang yang kita ajak berbicara.
-> Karena itu yang betul mestinya: Atas perhatiaan Saudara, saya ucapkan terima kasih.
PENUTUP
Begitu kompleks permasalahan yang terjadi dalam kebahasaan yang diimbangi pula bahwa Ilmu bahasa terus berkembang dan semakin memainkan peran penting dalam dunia ilmu pengetahuan. Hal ini dibuktikan dengan semakin majunya program pascasarjana bidang linguistik di berbagai universitas terkemuka (UCLA, MIT, Oxford, dll). Buku-buku karya ahli bahasa pun semakin mendapat perhatian. Salah satu buktinya adalah buku The Comprehensive Grammar of the English Langauge, yang terdiri atas 1778 halaman, yang acara peluncurannya di buka oleh Margareth Thatcher, pada tahun 1985. Respon yang luar biasa terhadap buku tersebut membuatnya dicetak sebanyak tiga kali dalam tahun yang sama. Buku tata bahasa yang terbaru, The Cambridge Grammar of the English Language, tahun 2002, yang terdiri atas 1842 halaman, ditulis oleh para ahli bahasa yang tergabung dalam tim peneliti internasional dari lima negara. Hal ini semakin memberikan kemudahan dalam analisis terkait Ilmu Linguistik.
Redaksi Pustaka :
Abdul Chaer. 1994. Linguistik Umum. Cetakan I. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Abdul Syukur Ibrahim. 1993. Kajian Tindak Tutur. Cetakan I. Surabaya: Usaha Nasional.
Bach, Kent. Harnish, Robert M. 1979. Linguistic Communication and Speech Acts. Cambridge Mass: MIT Press.
Bambang Kaswanti Purwa. 1990. Pragmatik dan Pengajaran Bahasa. Cetakan I. Jogjakarta: Kanisius.
Crystal, David. 1989. The Cambridge Ensyclopedia of Language. Cambridge: Cambridge University press.
Edi Subroto, D. 1992. Pengantar Metode Penelitian Linguistik Struktural. Surakarta: Sebelas Maret University Press.
Fromkin, Victoria & Robert Rodman. 1998. An Introduction to Language (6th Edition).
Halliday, M.A.K dan Ruqaiya Hasan.1990. Bahasa, Konteks, dan Teks. (dalam terjemahan Asrudin Barori Tou) Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Harimurti Kridalaksana. 2001. Kamus Linguistik. Edisi Ketiga. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.
Higgin, Graham. 2000. A Philosophical Anthology. Inggris: Penguin Books (dalam terjemahan Basuki). 2004. Antologi Filsafat. Yogyakarta: PT Bentang Pustaka.
Hornby, A.S. 1995. Oxford Advanced Learner’s Dictionary (5th edition). Oxford: Oxford University Press.

Hidayatullah, Syarif. 2008. Sosiolinguistik. http://kampusislam.com// (diakses pada Selasa, 15 Januari 2010 pukul 13.00 Wib)
I Dewa Putu Wijana.1996. Dasar-dasar Pragmatik. Yogyakarta: Andi Offset..
Johnson, Donna M. 1992. Approaches to Research in Second Language Learning. New York: Longman Publishing Group.
Lightbown, Patsy M dan Nina Spada. 1999. How Languages Are Learned (Revised Edition). Oxford : Oxford University Press
Matthews, Peter. 1997. The Concise Oxford Dictionary of Linguistics. Oxford: Oxford
Rahardi, Kunjama. 2001. Sosiolinguistik, Kode, dan Alih Kode. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Robins, R.H. 1990. A Short History of Linguistics. London: Longman.
Sumarsono. 2007. Sosiolinguistik. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Werdiningsih, Dyah. 2002. Menulis I. Malang: FKIP Unisma.
Wijana, Dewa Putu dan Rohmadi, Muhammad. 2006. SOSIOLINGUISTIK Kajian Teori dan Analisis. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
- 0 comments

Ragam Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah cara mengungkapkan perasaan atau pikiran dengan bahasa sedemikian rupa, sehingga kesan dan efek terhadap pembaca atau pendengar dapat dicapai semaksimal dan seintensif mungkin.
Berikut adalah berbagai ragam gaya bahasa dan contoh penggunaannya dalam Bahasa Indonesia.
I. GAYA BAHASA PENEGASAN
1. Alusio
Gaya bahasa yang menggunakan peribahasa yang maksudnya sudah dipahami umum.
Contoh :
Dalam bergaul hendaknya kau waspada.
Jangan terpedaya dengan apa yang kelihatan baik di luarnya saja.
Segala yang berkilau bukanlah berarti emas.
2. Antitesis
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan paduan kata-kata yang artinya bertentangan.
Contoh :
Tinggi-rendah harga dirimu bukan elok tubuhmu yang menentukan, tetapi kelakuanmu.
3. Antiklimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin rendah tingkatannya.
Contoh :
Kakeknya, ayahnya, dia sendiri, anaknya dan sekarang cucunya tak luput dari penyakit keturunan itu.
4. Klimaks
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan beberapa hal berturut-turut, makin lama makin tinggi tingkatannya.
Contoh :
Di dusun-dusun, di desa-desa, di kota-kota, sampai ke ibu kota, hari proklamasi ini dirayakan dengan meriah.
5. Antonomasia
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata tertentu untuk menggantikan nama seseorang. Kata-kata ini diambil dari sifat-sifat yang menonjol yang dimiliki oleh orang yang dimaksud.
Contoh :
Si Pelit den Si Centil sedang bercanda di halaman rumah Si Jangkung.
6. Asindeton
Gaya bahasa penegasan yang menyebutkan beberapa hal berturut-turut tanpa menggunakan kata penghubung.
Contoh :
Buku tulis, buku bacaan, majalah, koran, surat-surat kantor semua dapat anda beli di toko itu.
7. Polisindeton
Gaya bahasa yang menyebutkan beberapa hat berturut-turut dengan menggunakan kata penghubung (kebalikan asindeton).
Contoh :
Buku tulis, majalah, dan surat-surat kantor dapat di beli di toko itu.
8. Elipsis
Gaya bahasa yang menggunakan kalimat elips (kalimat tak lengkap), yakni kalimat yang predikat atau subjeknya dilesapkan karena dianggap sudah diketahui oleh lawan bicara.
Contoh :
“Kalau belum jelas, akan saya jelaskan lagi.”
“Saya khawatir, jangan-jangan dia ….”
9. Eufemisme
Gaya bahasa atau ungkapan pelembut yang digunakan untuk tuntutan tatakrama atau menghindari kata-kata pantang (pamali, tabu), atau kata-kata yang kasar dan kurang sopan.
Contoh :
Putra Bapak tidak dapat naik kelas karena kurang mampu mengikuti pelajaran.
Pegawai yang terbukti melakukan korupsi akan dinonaktifkan.
10. Hiperbolisme
Gaya bahasa penegasan yang menyatakan sesuatu hal dengan melebih-lebihkan keadaan yang sebenarnya.
Contoh :
Suaranya mengguntur membelah angkasa.
Air matanya mengalir menganak sungai.
11. Interupsi
Gaya bahasa penegasan yang mempergunakan kata-kata atau frase yang disisipkan di tengah-tengah kalimat.
Contoh :
Saya, kalau bukan karena terpaksa, tak mau bertemu dengan dia lagi.
12. Inversi
Gaya bahasa dengan menggunakan kalimat inversi, yakni kalimat yang predikatnya mendahului subjek. Hal ini sengaja dibuat untuk memberikan ketegasan pada predikatnya.
Contoh :
Pergilah ia meninggalkan kampung halamannya untuk mencari harapan baru di kota.
13. Koreksio
Gaya bahasa yang menggunakan kata-kata pembetulan untuk mengoreksi (menggantikan kata yang dianggap salah).
Contoh :
Setelah acara ini selesai, silakan saudara-saudara pulang. Eh, maaf, silakan saudara-saudara mencicipi hidangan yang telah tersedia.
14. Metonimia
Gaya bahasa yang mempergunakan sebuah kata atau sebuah nama yang berhubungan dengan suatu benda untuk menyebut benda yang dimaksud. Misal, penyebutan yang didasarkan pada merek dagang, nama pabrik, nama penemu, dun lain sebagainya.
Contoh :
Ayah pergi ke Bandung mengendarai Kijang.
Udin mengisap Gentong, Husni mengisap Gudang Garam.
15. Paralelisme
Gaya bahasa pengulangan seperti repetisi yang khusus terdapat dalam puisi. Pengulangan di bagian awal dinamakan anafora, sedang di bagian akhir disebut epifora.
Contoh Anafora :
Sunyi itu duka
Sunyi itu kudus
Sunyi itu lupa
Sunyi itu lampus
Contoh Epifora :
Rinduku hanya untukmu
Cintaku hanya untukmu
Harapanku hanya untukmu
16. Pleonasme
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sebenarnya tidak perlu karena artinya sudah terkandung dalam kata sebelumnya.
Contoh :
Benar! Saya melihat dengan mata kepala saya sendiri, bahwa Tono berkelahi di tempat itu.
Dia maju dua langkah ke depan.
17. Parafrase
Gaya bahasa penguraian dengan menggunakan ungkapan atau frase yang lebih panjang daripada kata semula. Misal, pagi-pagi digantikan ketika sang surya merekah di ufuk timur; materialistis diganti dengan gila harta benda.
Contoh :
”Pagi-pagi Ali pergi ke sawah.” dijadikan “Ketika mentari membuka lembaran hari, anak sulung Pak Sastra itu melangkahkan kakinya ke sawah.”
18. Repetisi
Gaya bahasa penegasan yang mengulang-ulang sebuah kata berturut-turut dalam suatu wacana. Gaya bahasa jenis ini sering dipakai dalam pidato atau karangan berbentuk prosa.
Contoh :
Harapan kita memang demikian, dan demikian pula harapan setiap pejuang.
Sekali merdeka, tetap merdeka!
19. Retoris
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kalimat tanya, tetapi sebenannya tidak bertanya.
Contoh :
Bukankah kebersihan adalah pangkal kesehatan?
Inikah yang kau namakan kerja?
20. Sinekdoke
Gaya bahasa ini terbagi menjadi dua yaitu : (a) Pars pro toto (gaya babasa yang menyebutkan sebagian untuk menyatakan keseluruhan) dan (b) Totem pro parte (gaya bahasa yang menyebutkan keseluruhan untuk menyatakan sebagian).
Contoh Pars pro toto :
Setiap kepala diwajibkan membayar iuran Rp1.000,00.
Sudah lama ditunggu-tunggu, belum tampak juga batang hidungnya.
Contoh Totem pro parte :
Cina mengalahkan Indonesia dalam babak final perebutan Piala Thomas.
21. Tautologi
Gaya bahasa penegasan yang menggunakan kata-kata yang sama artinya dalam satu kalimat.
Contoh :
Engkau harus dan wajib mematuhi semua peraturan.
Harapan dan cita-citanya terlalu muluk.
II. GAYA BAHASA PEMBANDINGAN
1. Alegori
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua buah keutuhan berdasarkan persamaannya secara menyeluruh.
Contoh :
Kami semua berdoa, semoga dalam mengarungi samudra kehidupan ini, kamu berdua akan sanggup menghadapi badai dan gelombang.
2. Litotes
Gaya bahasa perbandingan yang menyatakan sesuatu dengan memperendah derajat keadaan sebenarnya, atau yang menggunakan kata-kata yang artinya berlawanan dari yang dimaksud untuk merendahkan diri.
Contoh :
Dari mana orang seperti saya ini mendapat uang untuk membeli barang semahal itu.
Silakan, jika kebetulan lewat, Saudara mampir ke pondok saya.
3. Metafora
Gaya bahasa perbandingan yang membandingkan dua hal yang berbeda berdasarkan persamaannya.
Contoh :
Gelombang demonstrasi melanda pemerintah orde lama.
Semangat juangnya berkobar, tak gentar menghadapi musuh.
4. Personifikasi atau Penginsanan
Gaya babasa perbandingan. Benda-benda mati atau benda-benda hidup selain manusia dibandingkan dengan manusia, dianggap berwatak dan berperilaku seperti manusia.
Contoh :
Bunyi lonceng memanggil-manggil siswa untuk segera masuk kelas.
Nyiur melambai-lambai di tepi pantai.
5. Simile
Gaya bahasa perbandingan yang mempergunakan kata-kata pembanding (seperti, laksana, bagaikan, penaka, ibarat, dan lain sebagainya) dengan demikian pernyataan menjadi lebih jelas.
Contoh :
Hidup tanpa cinta bagaikan sayur tanpa garam.
Wajahnya seperti rembulan.
6. Simbolik
Gaya bahasa kiasan dengan mempergunakan lambang-lambang atau simbol-simbol untuk menyatakan sesuatu. Misal, bunglon lambang manusia yang tidak jelas pendiriannya; lintah darat lambang manusia pemeras; kamboja lambang kematian.
Contoh :
Janganlah kau menjadi bunglon.
7. Tropen
Gaya bahasa yang mempergunakan kata-kata yang maknanya sejajar dengan pengertian yang dimaksudkan.
Contoh :
Seharian ia berkubur di dalam kamarnya.
Bapak Presiden terbang ke Denpasar tadi pagi.
III. GAYA BAHASA PENENTANGAN
1. Anakronisme
Gaya bahasa yang mengandung uraian atau pernyataan yang tidak sesuai dengan sejarah atau zaman tertentu. Misalnya menyebutkan sesuatu yang belum ada pada suatu zaman.
Contoh :
Mahapatih Gadjah Mada menggempur pertahanan Sriwijaya dengan peluru kendali jarak menengah.
2. Kontradiksio in terminis
Gaya bahasa yang mengandung pertentangan, yakni apa yang dikatakan terlebih dahulu diingkari oleh pernyataan yang kemudian.
Contoh :
Suasana sepi, tak ada seorang pun yang berbicara, hanya jam dinding yang terus kedengaran berdetak-detik.
3. Okupasi
Gaya bahasa pertentangan yang mengandung bantahan dan penjelasan.
Contoh :
Sebelumnya dia sangat baik, tetapi sekarang menjadi berandal karena tidak ada perhatian dari orang tuanya.
Ali sebenarnya bukan anak yang cerdas, namun karena kerajinannya melebihi kawan sekolahnya, dia mendapat nilai paling tinggi.
4. Paradoks
Gaya bahasa yang mengandung dua pernyataan yang bertentangan, yang membentuk satu kalimat.
Contoh :
Dengan kelemahannya, wanita mampu menundukkan pria.
Tikus mati kelaparan di lumbung padi yang penuh berisi.
IV. GAYA BAHASA SINDIRAN
1. Inuendo
Gaya bahasa sindiran yang mempergunakan pernyataan yang mengecilkan kenyataan sebenarnya.
Contoh :
la menjadi kaya raya lantaran mau sedikit korupsi.
2. Ironi
Gaya bahasa sindiran paling halus yang menggunakan kata-kata yang artinya justru sebaliknya dengan maksud pembicara.
Contoh :
”Eh, manis benar teh ini?” (maksudnya: pahit).
3. Sarkasme
Gaya bahasa sindiran yang menggunakan kata-kata yang kasar. Biasanya gaya bahasa ini dipakai untuk menyatakan amarah.
Contoh :
”Jangan coba-coba mengganggu adikku lagi, Monyet!”
“Dasar goblok! Sudah berkali-kali diberi tahu, tetap saja tidak mengerti!”
4. Sinisme
Gaya bahasa sindiran semacam ironi, tetapi agak lebih kasar.
Contoh :
”Hai, harum benar baumu? Tolong agak jauh sedikit!”

- 0 comments

Gaya Bahasa

Gaya bahasa adalah pengungkapan perasaan atau pikiran dengan menggunakan pilihan kata tertentu. Dengan cara itu, kesan dan efek yang ditimbulkan dapat dicapai semaksimal mungkin. Gaya bahasa terbagi menjadi empat golongan:
  • Gaya bahasa penegasan, terdiri dari:
    • Repetisi, adalah gaya bahasa yang menegaskan sesuatu dengan mengatakannya secara berulang-ulang
    • Anafora, pengulangan kata pada awal kalimat
    • Epifora, pengulangan kata pada akhir kalimat
  • Gaya bahasa perbandingan,terdiri dari:
    • Hiperbola, adalah gaya bahasa yang mengungkapkan sesuatu secara berlebihan
    • Metonimia, adalah gaya bahasa yang menamakan sesuatu dengan nama pabrik, merek, atau yang lainnya
    • Personifikasi, adalah gaya bahasa yang membandingkan seolah-olah benda mati dapat bernyawa
    • Metafora, adalah gaya bahasa yang membandingkan sesuatu secara langsung dengan singkat dan padat
  • Gaya bahasa pertentangan, terdiri dari:
    • Paradoks, adalah gaya bahasa yang isinya bertentangan dalam satu kalimat
    • Antitesis, adalah gaya bahasa yang menggunakan paduan kata yang saling bertentangan
    • Litotes, adalah gaya bahasa yang ditujukan untuk mengurangi makna yang sebenarnya
    • Oksimoron, adalah gaya bahasa yang antara bagian-bagiannya saling bertentangan
  • Gaya bahasa sindiran, terdiri dari:
    • Ironi, adalah gaya bahasa yang mengatakan sesuatu dengan makna yang berlainan
    • Sinisme, adalah gaya bahasa yang cara pengungkapannya lebih kasar dibandingkan ironi
    • Sarkasme, adalah gaya bahasa yang sindirannya paling kasar dalam pengungkapannya


    Sumber
- 0 comments

KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA

BAB II KONSEP, LANDASAN TEORI DAN TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep dan Landasan Teori
2.1.1 Konsep
Konsep adalah pemikiran rancangan suatu karya dasar yang ada di luar bahasa yang digunakan untuk memahami hal-hal yang lain (KBBI, 2003: 588). Jadi, konsep dari penelitian ini adalah sebagai berikut.
2.1.1.1 Gaya bahasa
Bila kita lihat gaya secara umum, kita dapat mengatakan bahwa gaya adalah cara mengungkapkan diri sendiri, entah melalui bahasa, tingkah laku, berpakaian, dan sebagainya. Menurut Keraf (2006:113), “gaya bahasa dapat dibatasi sebagai cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperlihatkan jiwa dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Dalam Tarigan (1985:5) dinyatakan bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum.
2.1.1.2 Retoris
Gaya bahasa merupakan bentuk retorik, yaitu penggunaan kata-kata dalam berbicara dan menulis untuk meyakinkan atau mempengaruhi penyimak atau pembaca. Kata retoris atau retorik berasal dari bahasa Yunani rhetor yang berarti orator atau ahli pidato. Dalam Keraf (2006:1) dijelaskan bahwa “retorika adalah suatu istilah yang secara tradisional diberikan kepada suatu teknik pemakaian bahasa sebagai seni yang didasarkan pada suatu pengetahuan yang tersusun baik”.
2.1.1.3 Kiasan
Kiasan pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Dalam http://wikipedia.org/wiki/kiasan dijelaskan bahwa “kiasan adalah kata-kata yang berbunga-bunga, bukan dalam arti kata yang sebenarnya. Kata kiasan dipakai untuk memberi rasa keindahan dan penekanan pada pentingnya hal yang disampaikan”.
2.1.1.4 Rectoverso
Rectoverso merupakan karya hibrida Dewi Lestari. Jika menurut istilah biologi hibrida adalah turunan yang dihasilkan dari perkawinan antara dua jenis yang berlainan (tentang hewan atau tumbuhan), maka karya ini merupakan perkawinan silang antara buku dan musiknya. Rectoverso yang berasal dari bahasa Latin ini merupakan pengistilahan untuk dua citra yang seolah terpisah tapi sesungguhnya satu kesatuan. Saling melengkapi (Lestari : iv). Dee menyuguhkan sebelas fiksi dan sebelas lirik lagu yang dikemas dalam buku beserta CD. Kedua karya ini saling bercermin, tetapi pada saat bersamaan bisa dinikmati sebagai dua karya yang terpisah.
2.1.2 Landasan Teori
Adapun landasan teori yang digunakan dalam penelitian ini adalah menggunakan teori stilistika. Istilah stilistika berasal dari bahasa Latin yaitu style yang artinya gaya. Stilistika merupakan ilmu yang kajiannya terhadap wujud performasi kebahasaan, khususnya yang terdapat di dalam karya sastra (Nurgiyantoro, 1995: 279). Tuner dalam Pradopo (1999) “stilistika adalah ilmu bagian linguistik yang memusatkan diri pada variasi-variasi penggunaan bahasa, seringkali tetap tidak secara eksklusif, memberikan perhatian khusus kepada penggunaan bahasa yang paling sadar dan paling kompleks dalam kesusastraan”. Kajian stilistika itu sendiri sebenarnya dapat ditujukan terhadap berbagai ragam penggunaan bahasa, tidak terbatas pada sastra saja, namun biasanya stilistika lebih sering dikaitkan dengan bahasa sastra. Stilistika dapat dianggap menjembatani kritik sastra di satu pihak dan linguistik di pihak lain, karena stilistika mengkaji wacana sastra dengan orientasi linguistik. Stilistika merupakan suatu ilmu yang di dalamnya juga dipelajari tentang kata-kata berjiwa, gaya bahasa, maupun unsur-unsur lain yang terdapat dalam suatu karya sastra. Beberapa pakar linguistik telah mencoba memberikan batasan mengenai gaya bahasa. Menurut Ahmadi (1990: 170) “gaya bahasa merupakan penggunaan bahasa yang istimewa, dan tidak dapat dipisahkan dari cara atau teknik seorang pengarang dalam merefleksikan (memantulkan, mencerminkan) pengalaman, nilai-nilai kualitas kesadaran pikiran dan pandangan yang istimewa atau khusus”. Ahmadi membagi gaya bahasa menjadi dua, yaitu gaya bahasa penekanan yang terdiri dari 25 jenis gaya bahasa dan gaya bahasa perbandingan yang terdiri dari empat belas jenis.
Lain halnya menurut Keraf (2006:113) “gaya bahasa merupakan cara mengungkapkan pikiran melalui bahasa secara khas yang memperhatikan ciri dan kepribadian penulis (pemakai bahasa)”. Berdasarkan langsung tidaknya makna, Keraf membagi gaya bahasa menjadi dua macam, yaitu gaya bahasa retoris yang
terdiri atas 21 jenis dan gaya bahasa kiasan yang terdiri atas enam belas jenis gaya bahasa. Sedangkan dalam Tarigan (1985:5) dinyatakan bahwa gaya bahasa adalah bahasa indah yang dipergunakan untuk meningkatkan efek dengan jalan memperkenalkan serta membandingkan suatu benda atau hal tertentu dengan benda atau hal lain yang lebih umum. Tarigan membagi gaya bahasa menjadi empat varian, yaitu gaya bahasa perbandingan yang terdiri atas sebelas macam, gaya bahasa pertentangan yang terdiri atas 21 macam, gaya bahasa pertautan yang terdiri atas empat belas macam, dan gaya bahasa perulangan yang terdiri atas tiga belas macam. Dari beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa gaya bahasa merupakan kemampuan dari seorang pengarang dalam mempergunakan ragam bahasa tertentu dalam menulis sebuah karya sastra, dan ragam bahasa tersebut sudah mempunyai pola-pola tertentu dan akan memberi kesan pada pembaca atau pendengar karya itu. Dalam hal ini, penulis memilih teori Gorys Keraf untuk menganalisis pemakaian gaya bahasa yang terdapat dalam Rectoverso. Menurut Keraf (2006:130), berdasarkan langsung tidaknya, makna gaya bahasa dapat dibedakan menjadi dua golongan yaitu:
1. gaya bahasa retoris, dan
2. gaya bahasa kiasan.
Gaya bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu (Keraf, 2006: 130). Gaya bahasa ini memiliki berbagai fungsi antara lain menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Sedangkan gaya bahasa kiasan membandingkan sesuatu dengan sesuatu hal yang lain, berarti mencoba untuk menemukan ciri yang menunjukkan kesamaan antara dua hal tersebut (Keraf, 2006:136). Gaya bahasa retoris terdiri atas aliterasi, asonansi, anastrof, apofasis atau preterisio, apostrof, asindeton, polisindeton, kiasmus, elipsis, eufemismus, litotes, histeron proteron, pleonasme dan tautologi, perifrasis, prolepsis atau antisipasi, erotesis atau pertanyaan retoris, silepsis dan zeugma, koreksio atau epanortosis, hiperbol, paradoks dan oksimoron. Sedangkan gaya bahasa kiasan terdiri atas persamaan atau simile, metafora, alegori, parabel, fabel, personifikasi, alusi, eponim, epitet, sinekdoke, metonimia, antonomasia, hipalase, ironi, sinisme, sarkasme, inuendo, satire, antifrasis, pun atau paronomasia.
(1) Gaya bahasa retoris
Gaya bahasa retoris merupakan gaya bahasa yang semata-mata merupakan penyimpangan dari konstruksi biasa untuk mencapai efek tertentu (Keraf, 2006:130). Gaya bahasa ini memiliki berbagai fungsi antara lain: menjelaskan, memperkuat, menghidupkan objek mati, menimbulkan gelak tawa, atau untuk hiasan. Gaya bahasa retoris dapat dibedakan seperti berikut.
1. Aliterasi
Aliterasi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan konsonan yang sama, baik di awal, di tengah, maupun di akhir kata, frase atau kalimat.Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk hiasan atau untuk penekanan. Misalnya : Takut titik lalu tumpah. Keras-keras kerak kena air lembut juga.
2. Asonansi
Asonansi adalah semacam gaya bahasa yang berwujud perulangan vocal yang sama, baik di awal, di tengah, maupun di akhir kata, frase atau kalimat. Biasanya dipergunakan dalam puisi, kadang-kadang dalam prosa, untuk memperoleh efek penekanan atau sekedar keindahan. Misalnya: aku adalah wanitamu, aku adalah kekasihmu, dan aku adalah kamu.
3. Anastrof
Anastrof atau inversi adalah semacam gaya bahasa retoris yang diperoleh dengan pembalikan susunan kata yang biasa dalam kalimat. Misalnya: Pergilah ia meninggalkan kami, keheranan kami melihat perangainya.
4. Apofasis atau preterisio
Apofasis atau disebut juga dengan preterisio merupakan sebuah gaya di mana penulis atau pengarang menegaskan sesuatu, tetapi nampaknya menyangkal. Berpura-pura membiarkan sesuatu berlalu, tetapi sebenarnya ia menekankan hal itu. Misalnya : Saya tidak mau mengungkapkan dalam forum ini bahwa saudara telah menggelapkan ratusan juta rupiah uang negara.
5. Apostrof
Apostrof adalah semacam gaya yang berbentuk pengalihan amanat dari para hadirin kepada sesuatu yang tidak hadir. Cara ini biasanya dilakukan oleh orator klasik. Dalam pidato yang disampaikan kepada suatu massa, si orator secara tiba-tiba mengarahkan pembicaraan langsung kepada sesuatu yang tidak hadir: kepada mereka yang sudah meninggal, atau kepada barang atau objek khayalan atau sesuatu yang abstrak, sehingga tampaknya ia tidak berbicara kepada hadirin. Misalnya : Hai kamu dewa-dewa yang berada di surga, datanglah dan bebaskanlah kami dari belenggu penindasan ini.
6. Asindeton
Asindeton adalah suatu gaya yang berupa acuan, yang bersifat padat di mana beberapa kata, frasa, atau klausa yang sederajat tidak dihubungkan dengan kata sambung. Misalnya : Kesesakan, kepedihan, kesakitan. Seribu derita detik-detik penghabisan orang melepaskan nyawa.
7. Polisindeton
Poliosindeton adalah suatu gaya yang merupakan kebalikan dari asindeton. Beberapa kata, frasa, atau klausa yang berurutan dihubungkan satu sama lain dengan kata sambung. Misalnya: Dan ke manakah burung-burung yang gelisah dan tak berumah dan tak menyerah pada gelap dan pada dingin yang bakal merontokkan bulu-bulunya?
8. Kiasmus
Kiasmus (chiasmus) adalah gaya bahasa yang berisi perulangan dan sekaligus juga merupakan inversi hubungan antara dua kata dalam satu kalimat. Misalnya: Dia menyalahkan yang benar, dan membenarkan yang salah.
9. Elipsis
Elipsis adalah suatu gaya yang berwujud menghilangkan suatu unsur kalimat yang dengan mudah dapat diisi atau ditafsirkan sendiri oleh pembaca atau pendengar, sehingga struktur gramatikal atau kalimatnya memenuhi pola yang berlaku. Misalnya : Orang itu memukul dengan sekuat daya. (penghilangan objek: saya, istrinya, ular, dan lain-lain).
10. Eufemismus
Kata eufemisme atau eufemismus diturunkan dari kata Yunani euphemizein yang berarti “mempergunakan kata-kata dengan arti yang baik”. Secara gaya bahasa, eufemisme adalah semacam acuan berupa ungkapan-ungkapan yang tidak menyinggung perasaan orang lain, atau ungkapan-ungkapan yang halus untuk mengganti acuan-acuan yang mungkin dirasakan menghina, menyinggung perasaan atau mensugesti sesuatu yang tidak menyenangkan. Misalnya : Pikiran sehatnya semakin merosot saja akhir-akhir ini ( =gila).
11. Litotes
Litotes adalah semacam gaya bahasa yang dipakai untuk menyatakan sesuatu dengan tujuan merendahkan diri. Sesuatu hal dinyatakan kurang dari keadaan sebenarnya. Atau suatu pikiran dinyatakan dengan menyangkal lawan katanya. Misalnya : Saya tidak akan merasa bahagia bila mendapat warisan satu milyar rupiah.
12. Histeron proteron
Histeron proteron adalah semacam gaya bahasa yang merupakan kebalikan dari sesuatu yang wajar, misalnya menempatkan sesuatu yang terjadi kemudian pada awal peristiwa. Gaya bahasa ini juga disebut hiperbaton. Misalnya : Kereta melaju dengan cepat di depan kuda yang menariknya.
13. Pleonasme dan tautologi
Pada dasarnya pleonasme dan tautologi adalah acuan yang mempergunakan kata-kata lebih banyak daripada yang diperlukan untuk menyatakan satu pikiran atau gagasan. Suatu acuan disebut pleonasme bila kata yang berlebihan itu dihilangkan, artinya tetap utuh. Misalnya : Saya telah melihat kejadian itu dengan mata kepala saya sendiri. Sebaliknya, acuan itu disebut tautologi kalau kata yang berlebihan itu sebenarnya mengandung perulangan dari sebuah kata yang lainnya. Misalnya : Ia tiba pukul 20.00 malam waktu setempat.
14. Perifrasis
Sebenarnya perifrasis adalah gaya bahasa yang mirip dengan pleonasme, yaitu mempergunakan kata lebih banyak daripada yang diperlukan. Perbedaannya terletak dalam hal kata-kata yang berlebihan itu dan sebenarnya dapat diganti dengan satu kata saja. Misalnya : Jawaban bagi permintaan Saudara adalah tidak. (= ditolak).
15. Prolepsis atau antisipasi
Prolepsis atau antisipasi adalah semacam gaya bahasa di mana orang mempergunakan lebih dahulu kata-kata atau sebuah kata sebelum peristiwa atau gagasan yang sebenarnya terjadi.Misalnya : Pada pagi yang naas itu, ia mengendarai sebuah sedan biru.
16. Erotesis atau pertanyaan retoris
Erotesis atau pertanyaan retoris adalah semacam pertanyaan yang dipergunakan dalam pidato atau tulisan dengan tujuan untuk mencapai efek yang lebih mendalam dan penekanan yang wajar dan sama sekali tidak menghendaki adanya jawaban. Misalnya: Terlalu banyak komisi dan perantara yang masing-masing menghendaki pula imbalan jasa. Herankah Saudara kalau harga-harga itu terlalu tinggi?
17. Silepsis dan zeugma
Silepsis dan zeugma adalah gaya di mana orang mempergunakan dua konstruksi rapatan dengan menghubungkan sebuah kata dengan dua kata lain yang sebenarnya hanya salah satu yang mempunyai hubungan dengan kata pertama. Dalam silepsis, konstruksi yang dipergunakan itu secara gramatikal benar, tetapi secara semantik tidak benar. Misalnya: Ia sudah kehilangan topi dan semangatnya. Dalam zeugma, yang dipakai untuk membawahi kedua kata berikutnya, sebenarnya hanya cocok untuk salah satu kata itu (baik secara logis maupun secara gramatikal). Misalnya : Ia menundukkan kepala dan badannya untuk memberi hormat kepada kami.
18. Koreksio dan epanortosis
Koreksio dan epanortosis adalah suatu gaya yang berwujud, mula-mula menegaskan sesuatu, tetapi kemudian memperbaikinya. Misalnya: Sudah empat kali saya mengunjungi daerah itu, ah bukan, sudah lima kali.
19. Hiperbol
Hiperbol adalah semacam gaya bahasa yang mengandung suatu pernyataan yang berlebihan dengan membesar-besarkan sesuatu hal (jumlahnya, ukurannya, atau sifatnya). Misalnya : Kemarahanku sudah menjadi-jadi, hingga hampir-hampir meledak aku.
20. Paradoks
Paradoks adalah semacam gaya bahasa yang mengandung pertentangan yang nyata dengan fakta-fakta yang ada. Paradoks dapat juga berarti semua hal yang menarik perhatian karena kebenarannya. Misalnya : Ia mati kelaparan di tengah-tengah kekayaannya yang berlimpah-limpah.
21. Oksimoron
Oksimoron adalah suatu acuan yang berusaha untuk menggabungkan kata-kata untuk mencapai efek yang bertentangan, namun sifatnya lebih padat dan tajam dari paradoks. Misalnya : Keramah-tamahan yang bengis.
(2) Gaya bahasa kiasan
Gaya bahasa kiasan ini pertama-tama dibentuk berdasarkan perbandingan atau persamaan. Membandingkan sesuatu dengan yang lain, berarti mencoba menemukan ciri-ciri yang manunjukkan kesamaan antara kedua hal tersebut (Keraf, 2006:136). Perbandingan sebenarnya mengandung dua pengertian, yaitu perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa yang polos atau langsung dan perbandingan yang termasuk dalam gaya bahasa kiasan. Kelompok pertama termasuk gaya bahasa langsung dan kelompok kedua termasuk gaya bahasa kiasan.
a. Dia sama pintar dengan kakaknya.
Kerbau itu sama kuat dengan sapi.
b. Matanya seperti bintang timur.
Bibirnya seperti delima merekah. Perbedaan antara kedua perbandingan di atas adalah dalam hal kelasnya. Perbandingan pertama mencakup dua anggota yang termasuk dalam kelas yang sama, sedangkan perbandingan kedua, sebagai bahasa kiasan, mencakup dua hal yang termasuk dalam kelas yang berlainan. Gaya bahasa kiasan dapat dibedakan atas :
1. Persamaan atau simile
Persamaan atau simile adalah perbandingan yang bersifat eksplisit, yaitu gaya bahasa yang langsung menyatakan sesuatu yang sama dengan hal lain. Misalnya : Kikirnya seperti kepiting batu. Alisnya bagai semut beriring.
2. Metafora
Metafora adalah semacam analogi yang membandingkan dua hal secara langsung, tetapi dalam bentuk yang singkat dengan kias perwujudan. Misalnya : Pemuda adalah bunga bangsa.
3. Alegori, parabel, dan fabel
Alegori adalah suatu cerita singkat yang mengandung kisahan. Dalam alegori, nama-nama pelakunya adalah sifat-sifat yang abstrak, serta tujuannya selalu jelas tersurat. Misalnya : Cerita tentang putri salju. Parabel adalah suatu kisah singkat dengan tokoh-tokoh yang biasanya manusia, yang selalu mengandung tema moral dan biasanya berhubungan dengan agama. Misalnya : Cerita tentang anak yang durhaka kepada orang tuanya. Fabel adalah suatu metafora yang berbentuk cerita mengenai dunia binatang, di mana binatang dapat bertingkah laku seperti manusia. Misalnya : Cerita dongeng Sang Kancil.
4. Personifikasi
Personifikasi adalah semacam gaya bahasa kiasan yang menggambarkan benda mati atau barang yang tak bernyawa seolah-olah dapat bertingkah laku seperti manusia. Misalnya : Angin malam meraung seolah mengerti kegalauan hatiku.
5. Alusi
Alusi adalah semacam acuan yang menyugesti kesamaan antara orang, tempat, dan peristiwa. Misalnya : Bandung adalah Paris Jawa kebanggaan Indonesia
6. Eponim
Eponim adalah suatu gaya di mana seseorang yang namanya begitu sering dihubungkan dengan sifat tertentu. Misalnya : Anak itu masih kecil, namun kekuatannya seperti Hercules.
7. Epitet
Epitet adalah semacam acuan yang menyatakan suatu sifat atau ciri yang khusus dari seseorang atau suatu hal. Misalnya : Sang putri malam sedang menunjukkan sinarnya (=bulan).
8. Sinekdoke
Sinekdoke adalah semacam bahasa figuratif yang mempergunakan bagian dari sesuatu hal untuk menyatakan keseluruhan (pars pro toto) atau mempergunakan keseluruhan untuk menyatakan sebagian (totem pro parte). Misalnya : Setiap kepala dikenai iuran Rp 1000,00 (pars pro toto). Indonesia memenangkan medali di kejuaraan bulu tangkis dunia (totem pro parte).
9. Metonimia
Metonimia adalah gaya bahasa kiasan yang menggunakan sebuah kata untuk menyatakan suatu hal yang lain, karena mempunyai pertalian yang sangat dekat, atau dengan kata lain metonimia menyatakan sesuatu yang menyebutkan namanya secara langsung untuk memahami hal yang dimaksud. Misalnya : Ia membeli sebuah chevrolet.
10. Antonomasia
Antonomasia adalah sebuah bentuk khusus dari sinekdoke yang berwujud penggunaan sebuah epitet untuk menggantikan nama diri, atau gelar resmi, atau jabatan untuk menggantikan nama diri. Misalnya : Yang mulia tidak dapat hadir pada rapat kerajaan hari ini.
11. Hipalase
Hipalase adalah semacam gaya bahasa di mana sebuah kata tertentu digunakan untuk menerangkan sebuah kata, yang seharusnya dikenakan pada sebuah kata yang lain. Misalnya : Ia berbaring di atas sebuah kasur yang gelisah. (yang gelisah adalah manusianya bukan kasurnya).
12. Ironi, sinisme, dan sarkasme
Ironi adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan menggunakan hal lain yang berlawanan dengan tujuan agar orang yang dituju tersindir secara halus. Misalnya : Untuk apa susah-susah belajar, kau kan sudah pintar! Sinisme adalah gaya bahasa yang menyatakan sesuatu dengan menggunakan hal yang berlawanan dengan tujuan agar orang tersindir secara lebih tajam dan menusuk perasaan. Misalnya : Kau kan sudah hebat, tak perlu lagi mendengar nasihat orang tua seperti aku ini! Sarkasme adalah gaya bahasa yang melontarkan tanggapan secara pedas dan kasar tanpa menghiraukan perasaan orang lain. Misalnya : Sikapmu seperti anjing dan sifatmu seperti babi!
13. Satire
Satire adalah ungkapan yang menertawakan atau menolak sesuatu. Bentuk ini tidak harus bersifat ironis. Satire mengandung kritik tentang kelemahan manusia.
Misalnya : Jangan pernah berpikir kau adalah dewa, menghadapi masalah seperti ini pun kau sudah kewalahan.
14. Inuendo
Inuendo adalah semacam sindiran dengan mengecilkan kenyataan yang sebenarnya. Misalnya : Setiap ada pesta ia pasti sedikit mabuk karena kebanyakan minum.
15. Antifrasis
Antifrasis adalah semacam ironi yang berwujud penggunaan sebuah kata dengan makna kebalikannya, yang bisa saja dianggap sebagai ironi sendiri. Misalnya : Lihatlah sang raksasa telah datang (maksudnya si cebol).
16. Pun atau paronamasia
Pun atau paronamasia adalah kiasan dengan mempergunakan kemiripan bunyi yang berupa permainan kata, tetapi terdapat perbedaan besar dalam maknanya. Misalnya : “Engkau orang kaya!” “Ya, kaya monyet!”. Uraian di atas memuat tentang gaya bahasa retoris dan kiasan yang akan dipergunakan sebagai landasan teori pada penelitian ini. Gaya bahasa ini memiliki fungsi yang berbeda pada setiap kalimat. Ada yang berfungsi sebagai penambah nilai estetik atau keindahan dan ada pula yang memperjelas dan memperkuat makna, atau hanya sekedar hiasan. Keseluruhan jenis gaya bahasa inilah yang akan diterapkan penggunaannya dalam penelitian ini selanjutnya.
2.2 Tinjauan Pustaka
Tinjauan adalah hasil meninjau, pandangan, pendapat sesudah diselidiki atau mempelajari (KBBI, 2003:sebelas98). Pustaka adalah kitab-kitab; buku; buku primbon, (KBBI, 2003:912). Tinjauan pustaka adalah hal-hal atau pengetahuan yang berhubungan dengan penelitian itu sebagai bahan referensi yang mendukung penelitian tersebut. Dalam melakukan penelitian ini, penulis menggunakan beberapa buku sebagai referensi, seperti buku karangan Gorys Keraf yang berjudul “Diksi dan Gaya Bahasa”. Dalam bukunya, dinyatakan bahwa berdasarkan langsung tidaknya makna yang biasanya disebut figure of speech gaya bahasa digolongkan menjadi dua, yaitu gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan. Selain itu, penulis juga menggunakan buku karangan Tarigan yang berjudul “Pengajaran Gaya Bahasa”. Dalam bukunya, beliau membagi gaya bahasa menjadi empat varian, yaitu gaya bahasa perbandingan yang terdiri atas sebelas macam, gaya bahasa pertentangan yang terdiri atas 21 macam, gaya bahasa pertautan yang terdiri atas empat belas macam, dan gaya bahasa perulangan yang terdiri atas tiga belas macam. Penelitian mengenai gaya bahasa sudah pernah dilakukan oleh Enda Adelina (2006) yang mengkaji masalah gaya bahasa perbandingan dan penekanan pada kumpulan lagu Iwan Fals. Selain itu, penelitian mengenai gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan juga sudah pernah dianalisis oleh Imran (2008). Dalam penelitiannya, Imran menganalisis gaya bahasa retoris dan gaya bahasa kiasan dalam kumpulan puisi Cinta Setahun Penuh karya Tri Utami.
- 0 comments

ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD


ANALISIS DIKSI DAN GAYA BAHASA PADA
LAGU ANAK-ANAK CIPTAAN A.T. MAHMUD
SKRIPSI
Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan
Guna Mencapai Derajat Sarjana S-1
Jurusan Pendidikan Bahasa, Sastra Indonesia dan Daerah
Oleh :
KARTIKA YULIANA
A 310 050 001
PENDIDIKAN BAHASA SASTRA INDONESIA DAN DAERAH
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH SURAKARTA
2009


BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah
Ciptaan Tuhan yang paling tinggi derajatnya adalah manusia, manusia sendiri mempunyai kelebihan yang tidak dimiliki oleh makhluk lainnya. Salah satu kelebihan manusia adalah memiliki alat komunikasi yang berupa bahasa. Dengan bahasa manusia dapat mengungkapkan gagasan, ide, realitas, isi pikiran dan sebagainya.
Pada saat ini, sebagai orang yang telah dewasa, kita sanggup mengutarakan pikiran dan perasaan kita melalui rangkaian kata-kata yang tidak terbilang banyaknya. Dengan sendirinya, hal ini merupakan suatu karya besar dalam kehidupan individual tiap orang, tetapi tidak pernah terlintas dalam pikiran kita untuk mengaguminya sebagai suatu karya besar.
Kemampuan berbahasa dapat diperoleh anak, pada waktu ia masih dalam masa kanak-kanak. Kemampuan dalam berbahasa memudahkan seseorang untuk berkomunikasi dengan orang lain. Setiap anak ingin mengetahui tentang semua yang dilihat, dirasakannya dan dengarnya setiap hari. Peranan dari lingkungan sangat penting artinya dalam perluasan kosa kata dasarnya. Bila ia melupakan nama dari suatu barang, segera ia akan menanyakannya. Proses yang sengaja diadakan untuk melatih kemampuan berbahsa anak khususnya usia Taman Kanak-Kanak.
Anak biasanya lebih tanggap dan cepat hafal dengan apa yang didengarnya. Maka kebanyakan metode yang tepat untuk dipakai dalam melatih kemampuan berbahasa kepada anak dengan metode menyanyi, karena bahasa dalam sebuah lirik lagu mengandung ungkapan-ungkapan, rasa, makna dan pesan-pesan.
Manusia sangat membutuhkan bahasa sebagai alat untuk menyampaikan pikiran dan ide-ide dengan maksud ingin mengutarakan kepada pihak lain yang disebut dengan interaksi. Semua interaksi dan segala macam kegiatan manusia dapat lumpuh tanpa bahasa. Bahasa juga merupakan ungkapan pengalaman batin seseorang yang berfungsi mewujudkan ide yang ada di dalam pikiran manusia. Salah satu alat untuk menyampaikan ide tersebut adalah melalui bahasa tulis.
Bahasa adalah suatu sistem lambang berupa bunyi, bersifat arbitrer, digunakan oleh suatu masyarakat tutur untuk bekerja sama, berkomunikasi, dan mengidentifikasi diri (Chaer, 2006: 1). Melalui bahasa, manusia dapat memperoleh informasi dari sesamanya secara sempurna. Tanpa bahasa, komunikasi tidak dapat berjalan dengan sempurna. Bahasa dibentuk oleh kaidah, aturan serta pola yang tidak boleh dilanggar agar tidak menyebabkan gangguan pada komunikasi yang terjadi. Kaidah, aturan dan pola-pola yang dibentuk mencakup tata bunyi, tata bentuk, dan tata kalimat. (http://organisasi.org/bahasa)
Fungsi bahasa yang terutama adalah sebagai alat untuk bekerja sama atau berkomunikasi di dalam kehidupan manusia. Berkomunikasi dapat pula disampaikan dengan cara bernyanyi, menyanyikan lagu sama halnya dengan menyampaikan pesan atau informasi. Ketika seseorang berbicara atau bernyanyi, indera pendengaran kita mampu membedakan ciri bunyi yang satu dengan yang lainnya (Kusnartanti, Yuwono, Lauder, 2007: 43)
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (2002: 766) dijelaskan bahwa musik adalah (1) ilmu atau seni menyusun nada atau suara diurutkan, kombinasi untuk menghasilkan komposisi (suara) yang mempunyai kesatuan dan kesinambungan; (2) nada atau suara yang disusun sedemikian rupa sehingga mengandung irama, lagu dan keharmonisan (terutama yang menggunakan alat-alat yang dapat menghasilkan bunyi-bunyi itu). Dalam menulis lagu pada umumnya, pengarang menggunakan bahasa yang indah sehingga lagu yang diciptakan mempunyai nilai lebih yang bisa dilihat dari bahasanya. Dalam hal ini pengarang menggunakan isinya dalam sebuah lagu mudah untuk dimengerti maksudnya.
Gaya bahasa termasuk salah satu unsur pembangun nilai kepuitisan dalam puisi, gaya bahasa juga ikut menentukan keindahan puisi dalam segi makna maupun segi keindahan bunyi. Gaya bahasa mengandung kiat penyair untuk mengungkapkan perasaannya atau menggambarkan pemikirannya ke dalam perasannya atau kata-kata pada bait-bait puisi maupun lirik lagu, salah satunya dengan menggunakan bahasa kias atau gaya bahasa.
Dengan menyanyi dalam sebuah lagu mudah untuk dimengerti maksudnya. Bimbingan dan dilatih kemampuannya untuk mengembangkan bahasanya secara jujur sehingga dapat berbahasa dengan baik dan benar, dan juga dapat mempelajari atau menentukan kosa kata yang baru. Karena semua orang mulai belajar berbicara dengan mempelajari kata-kata secara individual (Keraf, 2006: 64).
Pemakaian bahasa Indonesia dalam lirik lagu, harus memperhatikan kaidah pemakaian bahasa Indonesia yang baik dan benar. Sayangnya dalam lirik lagu anak-anak sering pula kita jumpai pemikiran kata yang tidak sesuai dengan dunia kehidupan anak. Gaya bahasa yang dipakaipun bukan lagi gaya bahasa anak yang penuh kesederhanaan, melainkan sudah meniru gaya bahasa lagu orang dewasa. Para penulis lagu hanya mementingkan dari segi komersial saja, sehingga tujuan lagu tersebut untuk melatih kemampuan berbahasa anak dan membantu anak guna menuju kedewasaan dalam hal menumbuhkembangkan aspek sosial. Pemakaian atau penggunaan kata dalam bahasa Indonesia sangat dipengaruhi oleh kejelian dalam memilih kata (Indradi, 2008: 83).
Gaya bahasa menurut Sekawan (2007: 146) ialah penggunaan kata kiasan dan perbandingan yang tepat untuk mengungkapkan perasaan dan pikiran dengan maksud tertentu. Gaya bahasa berguna untuk menimbulkan keindahan dalam karya sastra atau dalam berbicara. Setiap orang atau pengarang memiliki cara tersendiri dalam memilih dan menggunakan gaya bahasa. Gaya bahasa juga disebut juga majas. Diksi adalah ketepatan pilihan kata. Penggunaan ketepatan pilihan kata ini dipengaruhi oleh kemampuan bahasa yang terkait dalam kemampuan mengetahui, memahami, menguasai, dan menggunakan sejumlah kosakata secara aktif yang dapat mengungkapkan gagasan secara tepat, sehingga mampu mengkomunikasikannya secara efektif kepada pembaca atau pendengarnya (Widjono dalam Ika, 2007: 7).
Pengertian pilihan kata atau diksi jauh lebih luas dari apa yang dipantulkan oleh jalinan kata-kata itu. Istilah ini bukan saja dipergunakan untuk menyatakan kata-kata mana yang dipakai untuk mengungkapkan suatu ide atau gagasan, tetapi juga meliputi persoalan gaya bahasa. Gaya bahasa sebagai bagian dari diksi bertalian dengan ungkapan-ungkapan yang individual atau karakteristik, atau yang memiliki nilai artistik yang tinggi (Keraf, 2006: 22-23).
Berdasarkan latar belakang yang sudah diuraikan di atas, peneliti tertarik untuk menganalisis diksi dan gaya bahasa pada lagu anak-anak tersebut. Di mana objek yang digunakan adalah lagu-lagu ciptaan A.T. Mahmud yang lirik lagunya banyak dikenal dan diajarkan oleh bapak atau ibu guru di Taman Kanak-Kanak. Adapun judul dalam penelitian ini adalah “Analisis Diksi dan Gaya Bahasa pada Lagu Anak-anak Ciptaan A.T. Mahmud.”

B. Pembatasan Masalah
Untuk membatasi pemasalahan dan untuk mengarahkan penelitian ini agar lebih mendalam dan terarah sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai, maka sangat diperlukan adanya pembatasan masalah. Sehubungan dengan hal itu peneliti membatasi permasalahan jenis diksi dan gaya bahasa yang terdapat pada lagu anak-anak ciptaan A.T. Mahmud.

C. Perumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah tersebut, ada dua masalah yang perlu dibahas dalam penelitian ini.
1. Bagaimanakah penggunaan diksi dalam lirik lagu anak-anak ciptaan A.T. Mahmud?
2. Bagaimanakah penggunaan gaya bahasa dalam lirik lagu anak-anak ciptaan A.T. Mahmud?

D. Tujuan Penelitian
Ada dua tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini.
1. Mendeskripsikan penggunaan diksi dalam lirik lagu anak-anak ciptaan A.T. Mahmud.
2. Mendeskripsikan penggunaan gaya bahasa dalam lirik lagu anak-anak
ciptaan A.T. Mahmud.

E. Manfaat Penelitian
Penelitian mengenai “Analisis Diksi dan Gaya Bahasa pada Lagu Anak-Anak Ciptaan A.T. Mahmud” diharapkan dapat memberi manfaat baik teoritis maupun praktis.
1. Manfaat Teoritis
a. Untuk memperkaya perbendaharaan pengetahuan tentang diksi dan gaya bahasa.
b. Penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat bagi semua pihak yang berkepentingan serta dapat memberikan kontribusi untuk pembaca.
2. Manfaat Praktis
a. Memberikan informasi kepada pembaca mengenai diksi dan bahasa yang terdapat pada lagu anak-anak ciptaan A.T. Mahmud.
b. Sebagai tinjauan pustaka dan bahan penelitian-penelitian selanjutnya.
c. Sebagai bahan pelajaran bahasa Indonesia yang berhubungan dengan diksi dan gaya bahasa.

F. Sistematika Penulisan
Bab I Pendahuluan
Bab ini terdiri dari latar belakang masalah, pembatasan masalah, perumusan masalah, tujuan penelitian, manfaat penelitian dan sistematika penulisan.

Bab II Tinjauan Pustaka dan Landasan Teori
Bab ini meliputi tinjauan pustaka, dan kerangka teori yang terdiri dari pengertian diksi atau pilihan kata, penggolongan diksi, pengertian gaya bahasa, jenis gaya bahasa dan pengertian lagu.

Bab III Metode Penelitian
Bab ini berisi objek penelitian, sumber data, waktu penelitian, teknik pengumpulan data, teknik analisis data, penyajian hasil analisis, dan sistematika penulisan.

Bab IV Analisis Data
Bab ini merupakan inti dari penelitian ini, yang berisi analisis jenis diksi dan gaya bahasa yang terdapat pada lagu anak-anak ciptaan A.T. Mahmud.
Bab V Penutup
Bab ini merupakan bagian penutup berisi kesimpulan dan saran yang berkaitan dengan penelitian tersebut.